:: Lemah Lembut Dalam Berdakwah ::

“ Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla menyukai kelemahlembutan dalam segala urusan.” (HR. Bukhari Muslim).

Di sebuah angkot, seorang perempuan muda berbusana mini duduk berhadap-hadapan dengan sepasang suami istri. Menyaksikan aurat perempuan yang terbuka, dengan ketus si istri yang berjilbab rapi berkata kepada suaminya,” Jangan lihat ke depan, jahil!”. Kita bisa membayangkan betapa malunya perempuan muda tersebut. Alih-alih tersentuh untuk menutup aurat, perempuan tersebut bisa jadi malah menjadi antipati dengan muslimah berjilbab.

Sifat dan perilaku manusia bermacam-macam. Ada yang mudah diberitahu dan tunduk kepada kebenaran, ada pula yang keras dan menantang. Terutama dalam menghadapi manusia tipe yang terakhir ini, dibutuhkan sikap lemah-lembut. Sifat lemah lembut, setidaknya terdiri dari dua unsur, yaitu sabar dan pemaaf.

Kesabaran Rasulullah
Para Nabi, dalam menjalankan tugas dakwahnya sering kali berhadapan dengan orang-orang seperti ini. Seperti yang dialami oleh Nabi Hud, misalnya. “ Mereka berkata: ‘Kami benar-benar memandangmu sebagai orang yang tidak berakal dan sesungguhnya kami memandangmu sebagai orang yang berdusta.’ …(Al Qur’an Surat Al A’raf ayat 68). Sikap yang kasar ini tidak serta merta membuat Nabi Hud kehilangan kesabaran dan akal sehatnya. Dengan tenang, beliau menjawab, “ Hud menjawab: ‘Hai kaumku, aku sama sekali bukan orang yang tidak berakal, melainkan aku adalah utusan dari Tuhan semesta alam. Aku menyampaikan amanat-amanat Tuhan kepada kalian, dan bagi kalian aku adalah penasehat yang dapat dipercaya.” (Al Qur’an surat al A’raf ayat 68).


Sikap Nabi Hud as sekaligus menunjukkan kepada kita betapa berbedanya karakter seorang da’I dengan karakter orang yang jahil dan kasar. Seorang da’I yang memiliki ilmu dan iman memang tidak sama dengan orang yang tidak memiliki keduanya.

Sikap seperti ini pula yang dimiliki oleh Rasulullah Saw dan diajarkannya kepara sahabatnya. Dalam sebuah riwayat dikisahkan sebagai berikut: Pada suatu hari, datanglah seorang arab badui kepada Rasulullah saw untukmeminta sesuatu. Beliau memberi apa yang dimintanya sambil bertanya: “ Bukankah aku telah berbuat baik kepadamu?” Orang tersebut menjawab: “ Tidak! Engkau tidak berbuat baik.” Mendengar jawaban tersebut,kaum muslimin yang hadir bangkit hendak memukulinya. Tetapi mereka segera dicegah oleh Rasulullah.

Beliau kemudian berdiri,kemudian masuk ke dalam rumahnya, lalu memberi tambahan kepada orang badui tersebut seraya berkata: “Bukankah aku telah berbuat baik kepadamu?” Orang badui itu menyahut: “ Ya, mudah-mudahan Allah membalas kebaikan anda sekeluarga”. Kepada orang badui tersebut Rasulullah berkata: “ Engkau tadi telah mengucapkan perbuatan yang membuat para sahabatku merasa tersinggung.

Jika engaku mau, ucapkanlah kembali apa yang engkau katakan kepadaku sekarang ini di hadapan mereka, agar kejengkelan mereka kepada dirimu lenyap dari dadanya.”

Keesokan harinya orang tersebut datang lagi. Kepada para sahabat beliau berkata, ”Orang arab badui ini kemarin berkata sebagaimana yang telah kalian dengar,kemudian kuberikan kepadanya, dan sekarang ia merasa puas, bukankah demikian hai Arab badui? “ Orang arab badui tersebut menyahut: “Ya benar,mudah-mudahan Allah membalas kebaikan anda sekeluarga.”

Setelah itu, Rasululah menambahkan: “Aku dan dia ibarat seorang yang mempunyai seekor unta yang lepas dan lari kabur. Banyak orang mengejarnya, tetapi semakin dikejar, unta itu semakin jauh. Pemilik unta kemudian berteriak-teriak kepada orang-orang yang membantu mengejar untanya: “ Biarkan saja untaku itu! Aku dapat menjinakkan dia karena aku lebih mengenalnya daripada kalian!” Ia lalu mendekati untanya, diambilnya rerumputan dari tanah dan diacung-acungkannya sehingga unta itu kembali. Unta itu disuruh berjongkok, lalu ia duduk di atas punggungnya.

“Jika kemarin kalian kubiarkan bertindak terhadap orang itu karena ia mengucapkan perkataan yang tidak enak didengar, lantas dia kalian bunuh, dia tentu masuk neraka…”

Kesabaran Rasulullah saw membuahkan banyak hasil. Begitu banyak orang kafir yang memeluk Islam lantaran menyaksikan kesabaran beliau. Banyak pula pertengkaran dan pertumpahan darah yang dapat dihindari. Berkaitan dengan hal ini, Rasulullah saw dalam salah satu khutbahnya berkata, “ Di kalangan manusia terdapat orang-orang yang tidak cepat marah dan cepat kembali tenang. Ada yang tidak cepat marah dan tidak cepat kembali tenang. Masing-masing berlainan. Ada juga diantara mereka yang tidak cepat kembali tenang dan cepat marah. Yang terbaik di antara mereka adalah yang tidak cepat marah dan cepat kembali tenang. Dan yang terburuk di antara mereka adalah yang cepat marah dan tidak cepat kembali tenang…(Hadits Riwayat At Tirmudzi).

Kesabaran sangat diperlukan para da’i. Apabila seorang da’I tidak memiliki kesabaran, ia dapat terjebak pada tindakan emosional seperti memaki, mengumpat, mengutuk bahkan terlibat pertengkaran dengan orang lain. Semua itu justru akan menimbulkan dampak negatif terhadap orang yang didakwahinya serta terhadap dakwah secara keseluruhan.
Perilaku lepas kendali tersebut sangat dibenci Rasulullah saw. Beliau pernah menegur seorang yang memaki-maki angin hanya karena angin bertiup sangat kencang sehingga membuat baju orang tersebut tersingkap. “ Janganlah engkau memaki-maki angin. Ia hanya menuruti perintah Allah. Orang yang memaki-maki sesuatu bukan pada tempatnya, maka caci makinya akan kembali kepada dirinya.”(At Tirmudzi). Dalam haits yang lain, beliau mengingatkan,” Mengumpat seorang muslim adalah perbuatan durhaka, dan membunuh seorang muslim adalah perbuatan kufur.” (Hadits riwayat Bukhari.)

Senantiasa memaafkan
Memaafkan kesalahan atau perilaku kasar seseorang juga merupakan akhlak seorang da’I yang utama. Ubadah bin Ash Shamit meriwayatkan sebuah hadits, bahwa Rasulullah Saw bersabda: “Maukah kalian kuberitahu tentang sesuatu yang dipergunakan Allah untuk memperkokoh bangunan dan meninggikan derajat?” Para sahabat menjawab: “Mau, ya rasulullah!” Beliau menjelaskan: “Hendaknya engkau sabar menghadapi gangguan orang bodoh, memaafkan orang yang berbuat zhalim kepada dirimu, memberi kepada orang yang tidak mau memberi kepadamu, dan memutuskan hubungan dengan orang yang memutuskannya denganmu.” (At Thabrani)


Sifat seperti ini juga dipraktekkan oleh para sahabat rasulullah saw, termasuk oleh Umar bin Khattab yang terkenal karena sifatnya yang keras. Ibnu Abbas meriwayatkan sebagai berikut: Pada suatu hari Uyaynah bin Hishn datang kepada keponakannya yang bernama Al Hurr bin Qeis. Al Hurr adalah seorang yang dekat sekali dengan Umar bin Khattab. Ketika itu, Umar sedang berkumpul dengan para penghafal al Qur’an.

Kepada Al Hurr, Uyaynah minta diizinkan masuk untuk bertemu dengan Umar. Setelah diijinkan masuk, tiba-tiba Uyaynah berkata kepada Umar: “Hai Ibnul Khattab, demi Allah, engkau tidakmemberi apa-apa kepada kami dan memerintah secara tidak adil.” Umar bin Khattab merasa sangat marah mendengar perkataan Uyaynah dan hampir saja memukulnya. Karena Uyaynah berkata tanpa alasan yang benar.
Saat itu, Al Hurr segera berkata: “ Ya Amirul Mu’minin, ingatlah bahwa Allah telah mewahyukan kepada Rasul Nya: ‘Berikanlah maaf, suruhlah orang berbuat kebajikan dan jangan hiraukan orang-orang bodoh,’ dan Uyaynah itu orang bodoh!”

“ Demi Allah!,” kata Ibnu Abbas, “ Ketika ayat suci tersebut disebut oleh Al Hurr, Khalifah Umar tidak jadi memukul Uyaynah. Ia sepenuhnya tunduk kepada Allah.” (Al Bukhari.)
Kisah Umar dengan Uyaynah tersebut menunjukkan bahwa dalam kehidupan sehari-hari kita akan menjumpai orang yang memiliki sifat seperti Uyaynah. Terhadap orang seperti ini, cara terbaik menghadapinya adalah dengan memaafkan dan tidak meladeninya. Bertengkar dan memperturutkan emosi dalam menghadapi orang seperti ini hanya akan menghabiskan waktu dan energi.

Abu Dzarr Al Ghifari juga pernah mengalami peristiwa yang mengesalkan dengan seorang budaknya. Suatu hari, budak Abu Dzarr datang sambil membawa seekor domba miliknya yang salah satu kakinya patah. Abu Dzarr bertanya, “ Siapa yang mematahkan kakinya?”

Budaknya menjawab, “ Aku sengaja melakukannya, agar Tuan marah lalu memukulku, dengan begitu Tuan akan berdosa.”

Abu Dzarr berkata,” Aku sama sekali tidak akan marah seperti yang kamu inginkan.” Lalu Abu Dzarr membebaskan budak itu.

Rasulullah saw bahkan memaafkan Abdullah bin Ubay yang telah menyakitinya dengan menyebarkan fitnah berisi tuduhan keji kepada Aisyah. Ketika Abdullah meninggal, anak lelakinya menghadap Rasulullah dan meminta beliau agar memaafkan agar ayahnya. Permintaan tersebut dikabulkan. Rasulullah juga mengabulkan permintaannya untuk membungkus jenazah ayahnya dengan jubah Rasulullah. Bahkan, rasulullah saw berdiri untuk memohonkan ampun baginya, meskipun kemudian ditolakoleh Allah Swt (QS. At Taubah ayat 80).

Bersikap lemah lembut dalam dakwah bukan berarti tidak punya pendirian, apalagi bersikap toleran terhadap keburukan. Lemah lembut hanya suatu cara untuk menyampaikan kebenaran dan mendidik orang lain agar tunduk kepada kebenaran. Wallahua’lam.

Read more

:: Kalender Hijriah::

::LiNkQ::

asriyani.blogspot.com

Tukeran Link Yuk...!
Silahkan copy kode di atas...!
Saya akan segera link balik...!

::Online::

.:: Guest::.


ShoutMix chat widget

.:Bahan UAS Kelas XI :.

.:Bahan UAS Kelas XI :.


.:Jadwal Sholat:.

::GallerY::

::About Me::

Me............
Seorang Muslimah yang berusaha menjadi lebih baik dari hari kemarin.....Insya 'allah..
Keep Finght..!!
Keep Smille ^_^
selamat Melihat-lihat Tulisan yang Bermanfaat......^_^
Web hosting for webmasters